Vektor Penyakit

3/27/2011 By MetaEta , In


TUGAS TERSTRUKTUR
MATA KULIAH PENGENDALIAN VEKTOR EPIDEMIOLOGI

VEKTOR PENYAKIT










Kelompok 1 2008 A
                                      Nena Fauzia            G1B008013
                                      Rizki Kurniawan     G1B008023
                                      R.Widhi Cahyo K   G1B008027
                                      Desi Nurfita             G1B008073
                                      Meta Adhadinika    G1B008077










KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2011


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga yang dikenal sebagai arthropod-borne diseases atau sering juga disebut sebagai vektor-borne diseases merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun epidemis dan menimbulkan bahaya kematian. Di Indonesia, penyakit-penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakit endemis pada daerah tertentu antara lain seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria, kaki gajah dan sekarang ditemukan penyakit virus Chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, disamping penyakit saluran pencernaan seperti dysentery, cholera, typhoid fever dan paratyphoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah (Chandra, 2006). Sebagai contoh kecenderungan penyakit DBD di Indonesia semakin meningkat. Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang. Kasus tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta (Depkes RI, 2004).
Keberadaan vektor dan binatang penggangu harus ditanggulangi, meskipun tidak mungkin membasmi sampai keakar-akarnya. Kita hanya mampu berusaha mengurangi atau menurunkan populasinya ke satu tingkat tertentu yang tidak mengganggu ataupun membahayakan kehidupan manusia. Harapan tersebut dapat dicapai dengan adanya suatu manajemen pengendalian, dengan arti kegiatan-kegiatan atau proses pelaksanaan yang bertujuan untuk menurunkan densitas populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan (Nurmaini, 2001).



B.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian, macam, dan klasifikasi vektor penyakit
2.      Mengetahui peranan vektor penyakit
3.      Mengetahui cara-cara pengendalian vektor penyakit


BAB II
VEKTOR PENYAKIT

A.  Pengertian Vektor
Vektor adalah arthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatan masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor yang dapat merugikan kehidupan manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit, seperti yang sudah diartikan di atas (Nurmaini, 2001).
Menurut WHO (1993) vektor adalah seekor binatang yang membawa bibit penyakit dari seekor binatang atau seorang manusia kepada binatang lainnya atau manusia lainnya. Chandra (2006) menyebutkan bahwa vektor adalah organisme hidup yang dapat menularkan agen penyakit dari suatu hewan ke hewan lain atau manusia. Arthropoda merupakan vektor penting dalam penularan penyakit parasit dan virus yang spesifik.

B. Macam-macam Vektor
Vektor hanya terdiri atas arthropoda, sedangkan tikus, anjing, dan kucing bertindak sebagai reservoar (Chandra, 2006). Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2011) menyebutkan bahwa tikus bertindak sebagai reservoar untuk penyakit seperti salmonelosis, demam gigitan tikus, trichinosis, dan demam berdarah Korea, sedangkan vektornya adalah pinjal, kutu, caplak, dan tungau yang merupakan arthropoda. Sumber lain menyebutkan bahwa tikus hanya sebagai binatang pengganggu (Nurmaini, 2001).
Ada dua jenis vektor yaitu vektor biologis dan vektor mekanis. Vektor disebut vektor biologis jika sebagian siklus hidup parasitnya terjadi dalam tubuh vektor tersebut. Vektor disebut sebagai vektor mekanis jika sebagian siklus hidup parasitnya tidak terjadi dalam tubuh vektor tersebut (Natadisastra dan Agoes, 2005). Contohnya lalat sebagai vektor mekanis dalam penularan penyakit diare, trakoma, keracunan makanan, dan tifoid, sedangkan nyamuk Anopheles sebagai vektor biologis dalam penularan penyakit malaria (Chandra, 2006).

C. Klasifikasi Vektor
Arthropoda (arthro+pous) adalah filum dari kerajaan binatang yang termasuk di dalamnya kelas Insecta, kelas Arachnida serta kelas Crustacea, yang kebanyakan speciesnya penting secara medis, sebagai parasit, atau vektor organismeyang dapat menularkan penyakit pada  manusia. Klasifikasi arthropoda sebagai vektor penyakit secara rinci sebagai berikut (Chandra, 2006):
1.  Kelas Insecta
1.1  Mosquito (Nyamuk)
1.1.1    Anophelesne


Gambar 2.1 Nyamuk Anopheles
1.1.2    Culicines
1.1.3    Aedes
1.2  Flies (Lalat)
1.2.1    Houseflies (lalat rumah, Musca domestica)

Gambar 2.2 Lalat Rumah (Musca domestica)
1.2.2    Sandflies (lalat pasir, genus Phlebotomus)
1.2.3    Tsetse flies (lalat tsetse, genus Glossina)
1.2.4    Blackflies (lalat hitam, genus Simulium)
1.3  Human Lice (Tuma)
1.3.1    Head and body lice (tuma kepala atau Pediculus humanus var capitis dan tuma badan atau Pediculus humanus var corporis)

 
Gambar 2.3 Kutu Kepala (Pediculus humanus)
1.3.2    Crab lice (tuma kemaluan atau Phthirus pubis)
1.4  Fleas (Pinjal)
1.4.1    Rat fleas (pinjal tikus).
Beberapa pinjal tikus yang penting untuk bidang media adalah sebagai berikut:
1.4.1.1   Rat fleas (oriental)
1.4.1.1.1     Xenopsylla chepis
1.4.1.1.2     Xenopsylla astila
1.4.1.1.3     Xenopsylla braziliensis
1.4.1.2   Rat fleas (temperate zone) yaitu Nospsylla fasciatus


Gambar 2.4 Pinjal Tikus
1.4.2    Human fleas yaitu Pulex irritans
1.4.3    Dog and cat fleas yaitu Ctenocephalus felis
1.4.4    Reduviid bugs (kissing bugs, Penggigit Muka)
2.  Kelas Arachnida
2.1  Tick (Sengkenit)
2.1.1    Hard Ticks (sengkenit keras, famili Ixodidae)
2.1.2    Soft Ticks (sengkenit keras, famili Argasidae).



Gambar 2.5 Sengkenit
2.2  Mites (Chiggers, famili Trombidiidae)
2.2.1    Leptotrombidium dan Trombiculid mites (tungau musim panen, tungau merah)
2.2.2    Itch mites (tungau kudis, scabies, famili Sascoptidae)
3.  Kelas Crustacae yaitu Cyclops
Beberapa jenis tikus (rodensia) pembawa vektor penyakit adalah Rattus norvegicus, Rattus rattus diardi, Mus musculus. Rattus norvegicus (tikus got) berperilaku menggali lubang di tanah dan hidup dilibang tersebut. Sebaliknya Rattus rattus diardii (tikus rumah) tidak tinggal di tanah tetapi disemak-semak dan atau diatap bangunan. Bantalan telapak kaki jenis tikus ini disesuaikan untuk kekuatan menarik dan memegang yang sangat baik. Hal ini karena pada bantalan telapak kaki terdapat guratan-guratan beralur, sedang pada rodensia penggali bantalan telapak kakinya halus. Mus musculus (mencit) selalu berada di dalam bangunan, sarangnya bisa ditemui di dalam dinding, lapisan atap (eternit), kotak penyimpanan atau laci (Depkes RI, 2011).

D. Peranan Vektor
Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod-borne diseases atau sering juga disebut sebagai vektor-borne diseases. Ada 3 jenis cara transmisi arthropod-bome diseases, yaitu (Chandra, 2006):
1.  Kontak Langsung
Arthropoda secara langsung memindahkan penyakit atau infestasi dari satu orang ke orang lain melalui kontak langsung. Contohnya adalah scabies dan pediculus (Chandra, 2006).
2.  Transmisi Secara Mekanik
Agen penyakit ditularkan secara mekanik oleh arthropoda, seperti penularan penyakit diare, typhoid, keracunan makanan dan trachoma oleh lalat. Secara karakteristik arthropoda sebagai vektor mekanik membawa agen penyakit dari manusia berupa tinja, darah, ulkus superfisial, atau eksudat. Kontaminasi bisa hanya pada permukaan tubuh arthropoda tapi juga bisa dicerna dan kemudian dimuntahkan atau dikeluarkan melalui ekskreta (Chandra, 2006).
Agen penyakit yang paling banyak ditularkan melalui arthropoda adalah enteric bacteria yang ditularkan oleh lalat rumah. diantaranya adalah Salmonella typhosa, species lain dari salmonella, Escherichia coli, dan Shigella dysentry yang paling sering ditemui dan paling penting. Lalat rumah dapat merupakan vektor dari agen penyakit tuberculosis, anthrax, tularemia, dan brucellosis (Chandra, 2006).
3.  Transmisi Secara Biologi
Bila agen penyakit multiflikasi atau mengalami beberapa penularan perkembangan dengan atau tanpa multiflikasi di dalam tubuh arthropoda, ini desebut transmisi biologis dikenal ada tiga cara, yaitu:
3.1  Propagative
Bila agen penyakit tidak mengalami perubahan siklus, tetapi multiflikasi di dalam tubuh vektor. Contohnya Plague bacilli pada rat fleas.


3.2  Cyclo-propagative
Agen penyakit mengalami perubahan siklus dan multiflikasi di dalam tubuh arthropoda. Contohnya parasit malaria pada nyamuk Anopheles.
3.3  Cyclo-developmental
Bila agen penyakit mengalami perubahan siklus, tetapi tidak mengalami multiflikasi di dalam tubuh arthropoda. Contohnya parasit filaria pada nyamuk Culex dan cacing pita pada cyclops.
Beberapa istilah dalam proses transmisi atrhropod-borne disease sebagai berikut (Chandra, 2006):
1.  Inokulasi (inoculation)
Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam tubuh manusia melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membrana mucosa disebut sebagai inokulasi (Chandra, 2006).
2.  Infestasi (infestation)
Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang biak disebut sebagai infestasi, contohnya scabies (Chandra, 2006).
3.  Extrinsic Incubation Period dan Intrinsic Incubation Period
Waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh vektor disebut sebagai masa inkubasi ektrinsik, sedangkan waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh manusia disebut sebagai masa inkubasi intrinsik. Contohnya parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles berkisar antara 10-14 hari tergantung dengan temperatur lingkungan. Masa inkubasi intrinsik dalam tubuh manusia berkisar antara 12-30 hari tergantung dengan jenis plasmodium malaria (Chandra, 2006).
4.  Definitive Host dan Intermediate Host
Apabila terjadi siklus seksual dalam tubuh vektor atau manusia maka vektor atau manusia tersebut disebut sebagai host definitif, sedangkan apabila terjadi siklus aseksual maka disebut sebagai host intermediet. Contohnya parasit malaria mengalami siklus seksual dalam tubuh nyamuk dan siklus aseksual dalam tubuh manusia, maka nyamuk Anopheles adalah host definitif dan manusia adalah host intermediet (Chandra, 2006).
Vektor berperan dalam penularan arthropod-borne diseases. Arthropod-borne diseases merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun epidemis dan menimbulkan bahaya kematian. Jenis penyakit yang ditularkan melalui vektor berdasarkan jenis vektornya ditunjukkan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Arthropod-borne Diseases Berdasarkan Jenis Vektornya
No.
Vektor
Penyakit
1.
Nyamuk
Malaria, filariasis, demam kuning, demam berdarah dengue, encephalitis
2.
Lalat Rumah
Thypus abdominalis, salmonellosis, cholera, dysentry bacillary dan amoeba, tuberculosis, penyakit sampar, tularemia, anthrax, frambusia, conjunctivitis, demam undulans, trypanosomiasis, spirochaeta
3.
Lalat Pasir
Leishmaniasis, demam papataci, bartonellosis, demam phletobomus
4.
Lalat Tsetse
Trypanosomiasis, penyakit tidur
5.
Lalat Hitam
Oncheocerciasis
6.
Tuma Kepala, Tuma Badan, dan Tuma Kemaluan
Epidemic typhus, epidemic relapsing fever, demam parit
7.
Pinjal
Penyakit sampar, endemic thypus
8.
Kissing Bugs
Penyakit chagas
9.
Sengkenit
Rickettsia, penyakit virus seperti demam berdarah, penyakit bakteri dan spirochaeta
10.
Tungau
Penyakit tsutsugamushi, demam remiten, lymphadenitis, splenomegali
11.
Cyclops
Penyakit akibat parasit Diplyllobothrium latum, Dracunculus mendinensis, dan Gnasthostoma spinigerum
Sumber: Chandra, 2006

E.  Pengendalian Vektor Penyakit
Pembasmian dalam pengendalian vektor tidak mungkin dapat dilakukan sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi ke suatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia, tetapi seharusnya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka menurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun, yang penting didasarkan prinsip dan konsep yang benar (Nurmaini, 2001).
Beberapa prinsip dalam pengendalian arthropoda secara khusus antara lain (Chandra, 2006):
1.     Pengendalian lingkungan
Pengendalian lingkungan merupakan cara terbaik untuk mengontrol arthropoda karena hasilnya dapat bersifat permanen. Contohnya membersihkan tempat-tempat hidup arthropoda (Chandra, 2006).
2.     Pengendalian kimia
Pada pendekatan ini dilakukan penggunaan beberapa golongan insektisida, seperti golongan organoklorin, golongan organofosfat dan golonagn karbamat, tetapi penggunaan insektisida ini sering menimbulkan resistensi dan juga kontaminasi pada lingkungan (Chandra, 2006).   .
3.     Pengendalian biologi
Pengendalian biologi ditujukan untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat pemakaian insektisida yang berasal dari bahan-bahan beracun. Contoh pendekatan ini adalah pemeliharaan ikan (Chandra, 2006). 
4.     Pengendalian genetik.
Dalam pendekatan ini, ada beberapa teknik yang dapat digunakan, diantaranya steril technique, cytoplasmic incompatibility, dan choromosomal translocation (Chandra, 2006).  
Selain pengendalian terhadap arthropoda, perlu juga dilakukan pengendalian terhadap tikus yang berperan sebagai pembawa vektor seperti pinjal, kutu, caplak dan tungau. Berikut adalah pengendalian terhadap tikus (Depkes RI, 2011):

1.     Penangkapan tikus dengan perangkap
Apabila terdapat tanda-tanda keberadaan tikus, pada sore hari dilakukan pemasangan perangkap yang tempatnya masing-masing lokasi. Perangkap di dalam bangunan rumah (core) diletakan dilantai pada lokasi dimana ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus, perangkap di lingkungan terbuka (inner bound) perangkap diletakan di pinggir saluran air, taman, kolam, di dalam semak-semak, sekitar Tempat Pembuangan Sampah (TPS), dan tumpukan barang bekas. Untuk setiap ruangan dengan luas sampai dengan 10 m2 dipasang satu perangkap. Setiap kelipatan 10 m2 ditambah satu perangkap (Depkes RI, 2011).
2.     Pemberantasan tikus dan mencit secara kimiawi dengan umpan beracun
Pemberantasan tikus secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan umpan beracun. Pengendalian tikus dengan menggunakan umpan beracun atau perangkap berumpan racun mempunyai efek sementara, racun perut (rodentisia campuran, antikoagulan kronik) adalah umpan beracun yang hanya dianjurkan digunakan didaerah atau tempat yang tidak dapat dicapai oleh hewan domestik dan anak-anak. Pengendalian tikus dengan umpan beracun sebaiknya sebagai pilihan terakhir. Bila tidak teliti cara pengendalian ini sering menimbulkan bau yang tidak sedap akibat bangkai tikus yang tidak segera ditemukan. Selain itu racun tikus juga sangat berbahaya bagi manusia hewan/binatang lainnya. Ada dua macam racun tikus yang beredar saat ini yaitu racun akut dan kronis. Racun akut harus diberikan dalam dosis letal, karena jika tidak, maka tikus tidak mati dan tidak mau lagi memakan umpan yang beracun sejenis, sedangkan apabila racun diberikan dalam dosis letal maka tikus akan mati dalam setengah jam kemudian (Depkes RI, 2011).
Dewasa ini perkembangan teknologi pengendalian vektor penyakit semakin berkembang. Nurhayati (2006) dalam artikel ilmiahnya melaporkan tentang prospek teknik nuklir bagi pemberantasan vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Teknik nuklir sangat bermanfaat dalam pengendalian vektor penyakit Demam Berdarah Dengue dengan Teknik Serangga Mandul (TSM) menggunakan cara irradiasi nyamuk menggunakan radiasi gamma pada stadium pupa dengan dosis antara 65-70 Gy. Teknik pengendalian ini sangat spesifik, ramah lingkungan, tidak menimbulkan resistensi dan hanya berpengaruh pada spesies target saja. Hal ini sangat berlainan dengan pemberantasan vektor cara konvensional menggunakan pestisida yang akan berefek terhadap pencemaran lingkungan, timbulnya resistensi terhadap pestisida tertentu dan matinya hewan non target. TSM merupakan teknik pilihan yang sangat efektif dan efisien baik secara tersendiri maupun terintegrasi dengan teknik lain dan dalam pelaksanaannya TSM akan lebih baik bila dikombinasikan dengan pengendalian lain dalam sistem pengendalian vektor secara terpadu.
Selain perkembangan tersebut Innovative Vector Control Consortium  (IVCC) juga telah menciptakan inovasi baru untuk mengendalikan vector-borne diseases, terutama bagi negara-negara berkembang dengan aksesibilitas yang kurang terhadap media pengendalian vektor. Diciptakan formulasi baru untuk insekstisida dan peralatan pengendalian vektor yang dapat diterapkan untuk mencegah semua indoor vector-borne diseases (Hemingway et al., 2006).


BAB III
KESIMPULAN

Vektor adalah organisme hidup yang dapat menularkan agen penyakit dari suatu hewan ke hewan lain atau manusia. Organisme yang berperan sebagai vektor penyakit yaitu arthropoda, yang sebagian dibawa oleh tikus (seperti pinjal dan kutu). Vektor berperan penting dalam penularan berbagai penyakit parasit dan virus berbahaya, seperti malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD), serta berbagai jenis penyakit berbahaya lainnya yang biasa disebut vector-borne diseases atau arthropod-borne diseases. Peran vektor yang signifikan dalam penularan penyakit menyebabkan diperlukannya pengendalian vektor secara efektif. Pengendalian vektor secara umum dapat dilakukan secara lingkungan, kimiawi, biologi, genetik, penggunaan perangkap, dan penggunaan racun. Pengendalian secara terpadu dapat dilakukan untuk mencapai keefektifan dalam pemberantasan vektor penyakit.


DAFTAR PUSTAKA

Chandra, Budiman. 2006. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Departeman Kesehatan RepubIik Indonesia. 2011. Pedoman Pengendalian Tikus. http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian%20tikus.pdf. Diakses tanggal 5 Maret 2011.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Kajian Masalah Kesehatan Demam Berdarah Dengue. http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/DEMAMBERDARAH1.pdf. Diakses tanggal 9 Maret 2011.
Hemingway, Beaty, Rowland, Scott, and Sharp. 2006. The Innovative Vector Control Consortium: Improved Control of Mosquito-Borne Diseases. Science Direct, Trends in Parasitology Vol. 22 No.7 July 2006. http://depts.washington.edu/molmed/courses/conj504/2007/session2/hemingway_trendsparasitol0706.pdf. Diakses tanggal 5 Maret 2006.
Natadisastra dan Agoes. 2005. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Nurhayati, Siti. 2005. Prospek Pemanfaatan Radiasi dalam Pengendalian Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue. Artikel Iptek Ilmiah Populer, Agustus dan Desember 2005, 17-23. http://www.batan.go.id/ptkmr/Biomedika/Publikasi%202005/SN_BAlara_Vol_7_1%202_Des05.pdf.  Diakses tanggal 5 Maret 2011.
Nurmaini. 2006. Identifikasi, Vektor dan Binatang Pengganggu Serta Pengendalian Anopheles Aconitus Secara Sederhana. http://www.solex-un.net/repository/id/hlth/CR6-Res3-ind.pdf. Diakses tanggal 4 Maret 2011.
World Health Organization (WHO). 1993. Kader Kesehatan Masyarakat. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

4 komentar:

aye mengatakan...

cara ngendalikan tikus bisa juga tuh dengan memelihara kucing, hehe

5 April 2011 pukul 08.07
Anonim mengatakan...

bisa juga cara mengendalikan nyamuk bisa tuh dengan melihara cicak...hehehe

5 April 2011 pukul 08.17
MetaEta mengatakan...

iya,hal itu termasuk pengendalian biologi menggunakan predator/pemangsa, atau istilahnya musuh alami

5 April 2011 pukul 19.19
Anonim mengatakan...

thanks sangat membantu

22 Mei 2017 pukul 23.49

Posting Komentar